Powered By Blogger

Senin, 17 Desember 2012

Pendidikan dan Demokrasi ala Tempe

Pendidikan dan Demokrasi ala Tempe

 http://tempe.files.wordpress.com/2010/12/mendidik-atau-memaksa.jpg

Fakta hubungan korelasional antara pendidikan dan demokrasi jelas terlihat di negara maju, dengan tingkat pendidikan tinggi memang banyak dijumpai di negara-negara yg menggunakan demokrasi. Pendidikan dan demokrasi apakah ada hubungan korelasional?.
Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said that democracy is the worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time.”
—Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947)
Churchill mengetahui bahwa demokrasi tidak hanya satu macam saja, dan harus selalu dikembangkan.

Mana duluan ?

Coba kita lihat saja dua region sebagai pembanding Asia dan Eropa (+Amrik).
Kalau dilihat dari region (area) negara-negara maju ini kebanyakan berada di Eropa dan Amrik. Kedua region ini memang sejak awal sudah maju pendidikannya, kemudian menumbuhkan kesadaran berdemokrasi. Di Asia, Indonesia termasuk yg paling maju demokrasinya tapi terpuruk pendidikannya. Ntah mana yg salah tapi jelas di Indonesia sebelumnya lebih maju dari Malesa namun setelah reformasi dengan mengadop demokrasi gaya amrik (lebih ke liberal) malah terpuruk pendidikan maupun ekonominya. Sebelumnya Indonesia menganut demokrasi terpimpin gaya SoeKarno, dan Demokrasi Pancasila yang dipakai SoeHarto untuk berkuasa selama 32 tahun. Sayangnya SoeHarto keenakan jadi pemimpin sampai lupa, dan akhirnya dipaksa turun.

Reformasi masa perubahan

Reformasi merubah segala macam tatanan serta pikiran rakyat Indonesia, termasuk mengkritik, mengemukakan pendapat bahkan mencemooh presidennya. Disinilah terlihat saat demokrasi ‘versi Indonesia’ runtuh.
Reformasi yg di negara lain meruntuhkan kesatuannya, terutama terlihat di Rusia, sebagai contoh klasik. Indonesia berusaha mempertahakan kesatuannya, NKRI. Mempertahankan NKRI dibayar dengan biaya suangat mahal, dibayar dengan darah, materi, bahkan banyak kemunduran termasuk didalamnya pendidikan. Malesa, negeri jiran ini, tidak mengikuti Indonesia. Tetap tidak menjalankan demokrasi ala Amrik, tapi mempertahankan demokrasi versi malay. Ntah apapun tapi demokrasi gaya sendiri. Demokrasi dengan mempertahankan monarchy, dan mengadakan pemilihan umum.
Kenyataannya pendidikan serta ekonomi Malesa akhirnya melesat mendahului gurunya, Indonesia. Oh ya PMnya adalah muridnya SoeHarto, Mahatir. Hanya saja Mahatir murid yang pandai sehingga belajar dari gurunya, beliau turun tahta dengan gagah. Walau tetap tidak mengadop demokrasi liberal (amrik), Malesa justru maju karena mempertahankan “gaya lokal” mempertahankan “kearifan lokal“-nya. Tahu ndak kearifan lokanya ? RASIS. Ya rasis merupakan gaya lokal yg dipertahankan walau dicemooh negeri lain. Namun kenyataannyannya di Asia Malesa terlihat melesat setelah gonjang-ganjing ekonomi menjelang abad 21.

Fakta korelasional bukan kausal.

Demokrasi liberal pada kenyataannya memang berkorelasi denga negara2 yang paling maju. Tentunya harus diingat mereka maju pendidikannya sebelum mengadop demokrasi kampret, eh demokrasi liberal. Karena demokrasi kampret, eh liberal ini memerlukan tingkat pendidikan dan kesadaran politik yg tinggi, itulah yg menyebabkan negara-negara maju saat ini pas dan tepat menggunakan demokrasi liberal.
:( “Pakdhe, jadi harus pinter dulu baru berdemokrasi, atau demokrasi dulu supaya pinter ?”
:D “Faktanya, tidak selalu proses itu bisa dibalik dengan mudah”
Nah Indonesia “sudah terlajur” mengadopsi demokrasi kampret, eh demokrasi liberal. Segalanya dipilih langsung, voting menjadi salah satu bahkan satu-satunya cara memutuskan. Dan faktanya Indonesia terpuruk disisi ekonomi, pendidikan dan moralnya (morale=semangat)nya. Kebanggaan pada negerinya seakan menguap hilang secara tiba-tiba pasca reformasi. Tapi ada yg maju yaitu tingkat (indeks) korupsinya. Whallah !

Sejarah tidak dapat diulang,
Tapi masa depan dapat diperbaiki

Nah kalau menegok diatas, mana yg akan dilakukan. Kembali kemasa lalu jelas ndak mungkin. Mas Kja, Mas Komo, Pakde Pdst dan juga saya, sudah terbiasa ngablak mengkritik. Mana mungkin dicabut keleluasaan ngomongin pak presiden dan DPR. Ghihihi. Reformasi bukan proses reversable, bukan proses yang bisa diulang. Tapi perjalanan harus terus dilanjutkan.
Jogja merupakan propinsi istimewa karena masih menjalankan sistem monrachi. Pemimpinnya seorang Raja yang juga menjadi gubernur. Tahta raja di Jogja sudah bertahan hingga ke Sultan ke X, kalau saja satu generasi 20 tahun, maka fakta penting menunjukkan bahwa kerajaan ini telah berfungsi dengan baik selama 200 tahun. Dan juga harus diakui fakta bahwa Jogja memiliki tingkat pendidikan serta tingkat ekonomi bagus dibandingkan propinsi-propinsi lain.
Nah apakah sisa-sisa gaya kepemimpinan menggunakan kearifan lokal seperti yg ada di Jogja dihilangkan sekalian supaya kita bener-bener mutlak menjadi demokrasi kampret, eh demokrasi liberal ? Ataukah mencoba menggali ulang supaya mendapatkan jenis demokrasi gaya Indonesia yang pas dibadan kita ?
Sumonggo, silahkan saja.

sumber : http://tempe.wordpress.com/2010/12/27/pendidikan-dan-demokrasi-ala-tempe/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar