Pemerintah akan memberlakukan Kurikulum baru untuk
SD,SMP,SMA/SMK (Kurikulum 2013) menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan kurikulum yang memiliki kekhasan
tersendiri, dengan memberikan kebebasan mengembangkan sendiri kurikulum
sesuai kebutuhan di sekolah tersebut, dengan mengacu kepada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditentukan pemerintah. Banyak fihak
yang menilai bahwa KTSP merupakan kurikulum bagus untuk dikembangkan.
Namun ketika Kurikulum yang diberlakukan sejak 2007/2008 itu sedang
meningkat kearah “kedewasaan” sekolah, pemerintah menggantinya dengan
kurikulum baru.
Pemerintah tentu punya alasan. “Pilihannya
dua, ganti kurikulum dengan konsekuensi ditunding ganti menteri ganti
kurikulum, atau kita perbaiki asal memiliki rasionalitas yang jelas,”
kata Muhammad Nuh dalam dialog di Studio Metro TV, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat, Kamis (6/12).
Nuh menjelaskan, kurikulum harus berubah karena zaman berubah.
Pendidikan dimaksudkan untuk anak-anak didik. Pendidikan diproyeksikan
untuk kepentikan masa depan. “Maka harus ada penataan dan penyempurnaan.
Agar anak didik tidak menjadi generasi yang usang, tapi generasi yang
memiliki kompetensi,” kata Nuh.Menurut Nuh, setelah dilakukan review di internal Kementerian Pendidikan disimpulkan harus ada penyempurnaan, termasuk jumlah pelajaran masih terlalu banyak dan berat. “Ada juga fenomena tawuran pelajar, korupsi. Ini pasti ada yang salah,” kata Nuh menjelaskan.
Ada dua hal yang saya tangkap dari pernyataan-pernyataan Nuh diatas. Pertama ; Kurikulum berubah karena tuntutan zaman, Kedua ; Ada yang salah dalam pemberlakuan kurikulum saat ini.
Secara general, saya mengakui argumen itu. Kita tidak boleh tertinggal oleh lajunya zaman. Tapi, pertanyaannya, apakah ketertinggalan zaman (bila dianggap tertinggal) , penyebabnya karena kurikulum yang dianggap tak sesuai zaman ? Apakah ada penyebab lain ? Kemudian, Mendikbud menilai bahwa sering terjadinya tawuran pelajar, dan korupsi disebabkan oleh kesalahan kurikulum yang sedang berlaku. Pernyataan Nuh tersebut memiliki kebenaran, tapi saya punya penilaian lain.
Sebagai mantan praktisi pendidikan,(11 tahun guru SD, 19 tahun Kepala SD dan 10 tahun Pengawas) , saya melihat sebuah fenomena yang patut ditelusuri, dipelajari dan dicarikan upaya perbaikannya.
Ujung tombak dari seluruh rencana besar dunia pendidikan di manapun ,termasuk di Indonesia, adalah
Guru Profesional Kunci Sukses Pelaksanaan Kurikulum
GURU. Gurulah yang menjadi “eksekutif utama kurikulum” (Ahmad Sudrajat ; Tentang Pendidikan). Dalam berbagai tulisan ,saya sering menggunakan istilah “substansi pendidikan “ yaitu proses pendidikan dan pembelajaran yang dikelola guru, baik di dalam kelas maupun di luar. Hal itu merupakan pokok. Sehingga semestinya semua kekuatan dan kemampuan (termasuk sarana dan prasarana) harus ditujukan padanya.Proses pendidikan dan pembelajaran yang saya lihat, dengan sering berganti kurikulum, tidaklah mengalami perubahan yang berarti. Walaupun saya akui, tidak sedikit guru yang melakukan perubahan-perubahan dengan berbagai inovasi bahkan improvisasi. Beberapa tahun lalu, kita sering mendengar cara mengajar dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Cara ini mendorong siswa untuk ‘melakukan” sesuatu pembelajaran dibawah bimbingan guru. Bila cara ini dikembangkan dengan baik, terprogram dan terawasi, saya optimis hasilnya akan sangat bagus.
Dalam tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa untuk mengatasi ketertinggalan dan kesalahan dunia pendidikan kita, bukan pada titik perubahan kurikulum (walaupun kurikulumpun perlu disempurnakan), tapi eksekutif kurikulum itulah yang harus “diperbaiki”.
Ijinkan saya mengutip tulisan Ahmad Sudrajat. “Perlu dicatat, meski memiliki kedudukan sentral dalam pendidikan, keberadaan kurikulum tetap saja hanya sebagai alat (instrumental) yang bersifat statis. Kurikulum akan bermakna ketika benar-benar dapat terimplementasikan dengan baik dan tepat dalam setiap praktik pembelajaran (Kurikulum sebagai kegiatan) serta dapat berjalan efektif dan efisien (Kurikulum sebagai hasil)” (Ahmad Sudrajat : Tentang Pendidikan)
Dengan demikian sesempurna dan sebagus apapun kurikulum,yang diberlakukan, bila kualitas GURU (dengan berbagai persoalannya), belum sampai kepada tingkatan “guru profesional”, saya pesimis.
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/12/17/guru-profesional-kunci-sukses-pelaksanaan-kurikulum-516780.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar